Pelukan dan Tangisan Menyelesaikan Perang Suku
Kabupaten
Mimika merupakan kabupaten terkaya di Provinsi Papua. Diawali dari sebuah
pegunungan setinggi lebih dari 1.000 meter di atas hutan tropis Papua, tepatnya
Kecamatan Tembagapura, tersembunyi kekayaan mineral yang sangat besar. Luas
wilayah kabupaten ini adalah 21.522,77 km2 dengan Timika sebagai ibukota
kabupaten.
Di sebelah timur Mimika berbatasan dengan Kabupaten Asmat dan Kabupaten Yahokimo. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kaimana, sementara di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Tolikara. Laut Arafuru merupakan batas selatannya.
Di sebelah timur Mimika berbatasan dengan Kabupaten Asmat dan Kabupaten Yahokimo. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kaimana, sementara di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Tolikara. Laut Arafuru merupakan batas selatannya.
Kabupaten
Mimika memiliki 85 Desa dan 12 Kecamatan, diantaranya Kecamatan Mimika Barat,
Kecamatan Mimika Barat jauh, Kecamatan Mimika Barat Tengah, Kecamatan Mimika
Timur, Kecamatan Mimika Tengah, Kecamatan Mimika Timur Jauh, Mimika baru,
Kecamatan Kuala Kencana, Kecamatan Tembagapura, Kecamatan Agimuga, Kecamatan
Jila dan Kecamatan Jita.
Kopi
dan kelapa merupakan hasil pertanian yang diunggulkan di Mimika selain wisata
alam dan budaya. Untuk menunjang kegiatan perekonomian, telah tersedia 3 bandar
udara, yaitu Bandara Akimuga, Bandara Kokonao, dan Bandara Mozes Kilangin
Timika. Untuk transportasi laut tersedia 2 pelabuhan, antara lain Pelabuhan
Pelabuhan Amamapare, dan Pelabuhan Khusus Amamapare.
Suku Kamoro adalah suku terbesar yang mendiami wilayah
pesisir Kabupaten Mimika. Suku ini tidak mengenal yang namanya “perang suku”
karena itu bila terjadi perselisihan antar individu maupun antar kelompok dalam
Suku Kamoro mereka menyelesaikannya dengan cara menangis dan saling berpelukan.
Suku Kamoro ini dikenal dengan ukir-ukiran kayunya
yang unik. Dimana kayu-kayu ini didapat dari sekitar tempat tinggal mereka lalu
diukir secara bersamaan dengan model yang telah disepakati. Setelah selesai
ukiran ini akan dijual dan hasilnya dinikmati bersama.
Seni
ukir Kamoro memiliki karakter yang sangat kuat. Biasanya mereka membuat
pahatan patung untuk keperluan upacara adat istiadat. Salah satu pahatan
dari suku Kamoro yang terkenal adalah Mbitoro
yaitu pahatan yang dibuat dengan ukuran tinggi dan hanya dibuat untuk upacara
adat karena di dalam pahatan tersebut akan diisi dengan roh leluhur dari suku
Kamoro.
Seni ukir Suku Kamoro |
Sementara
itu tarian dari suku Kamoro yang terkenal adalah “Tekee Waepuri” dimana salah
satu penari menggunakan “mbiikao” seperti topeng besar yang menutupi dari
kepala hingga ke bahu. Tarian ini menggambarkan semangat dan selalu
dipertunjukkam pada saat ada ritual.
Alat
musik yang menjadi ciri khas suku Kamoro disebut “eme” atau” tifa”. Alat musik ini merupakan
kendang khas dari suku Kamoro. Biasanya mereka menerapkan ritual pembubuhan
darah manusia pada pembuatan “eme” dengan kepercayaan, suara “eme” menjadi
lebih bagus dan hidup.
Untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari suku yang terletak di pedalaman Papua ini
mencari makanan dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar mereka.
Atau jika mereka menginginkan daging
biasanya berburu ke dalam hutan. Dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu
banyak, hasil bumi yang disediakan oleh alam cukup untuk sekedar menghidupi
mereka.
Akan
tetapi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, suku Kamoro harus rela pergi
meninggalkan tanah leluhur mereka dan pergi ke kota terdekat. Karena sekolah
ataupun sarana pendidikan di wilayah suku Kamoro sangat minim atau bahkan tidak
ada.
Dalam
hal perkembangan penduduk, kebanyakan suku Kamoro ini juga kerap melakukan
perkawinan antar sesama suku Kamoro sehingga perkembangan penduduknya kurang
beragam. Tapi bukan berarti tidak ada suku Kamoro yang menikah dengan suku di
luar Kamoro, tetap ada hanya saja sedikit. Karena yang biasanya menikah dengan
orang di luar suku Kamoro adalah mereka-mereka yang berani keluar dari wilayah
mereka entah untuk menuntut ilmu atau pun bekerja.
Meski
suku Kamoro jauh dari kota bukan berarti soal fashion ketinggalan. Terbukti
salah satu motif batik Papua yang terkenal adalah batik Kamoro. Sekalipun
pengerjaannya masih sangat tradisional yakni menggunakan canting dan lilin. Batik
Kamoro banyak digunakan untuk pembuatan kemeja, gaun, selendang dan bed cover. Motif-motif
batik Kamoro banyak diinspirasi dari seni ukir Kamoro.
Dari
segala keunikan suku Kamoro, cara hidup berpindah-pindah dari suatu sisi pantai
ke sisi lainnya atau nomaden sudah dilakoni nelayan suku Kamoro ini sejak dulu.
Tidak jelas kapan mereka akan pindah ke suatu tempat yang jelas kebiasaan ini
dilakonni secara turun-temurun. Ketersediaan bahan makanan biasanya menjadi
alasan mereka untuk pergi dan mencari daerah baru.
Mengingat
suku Kamoro ini selalu tinggal di daerah yang dekat dengan air, pada saat
berkunjung ke sana kita akan menemukan banyak hasil laut seperti ikan, kepiting
dan kerang yang masih segar dan dijual dengan harga yang murah. Di sana ada
salah satu hewan air bernama Tambelo. Sejenis ubur-ubur yang hidup di bekas
kayu-kayu yang sudah mati dan berada di dekat pantai. Hewan ini berlendir dan
sedikit berbau anyir. dan berada di pinggir pantai. Masyarakat setempat percaya
bahwa Tambelo dapat meningkatkan stamina tubuh. Biasa dikonsumsi oleh mereka
yang baru sembuh dari suatu penyakit.
Yang
menarik, baru-baru ini ribuan pelajar SMP dan SLTA di Kabupaten Mimika, Papua
memecahkan rekor dunia maha karya kebudayaan untuk penyelenggaraan Tarian
Massal Kontemporer Kakuru dengan jumlah peserta 1.368 orang saat upacara
peringatan Hari Pendidikan Nasionaldi Lapangan Timika Indah. Rekor tersebut
tercatat pada Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dengan nomor
5.411/R.MURI/V/2012.
Tarian
massal kontemporer kakuru merupakan tarian tradisional dari Suku Kamoro. Semua
penari dalam acara ini mengenakan busana adat Suku Kamoro dan tarian ini
berlangsung selama 30 menit.
Tari Tongkat - Suku Kamoro |
Ini
bisa dijadikan bukti bahwa budaya bisa digunakan sebagai wahana vital dalam
mewujudkan karakter bangsa. Menghidupkan kembali kebudayaan dan kearifan lokal
menjadi dasar pembentukan nilai dan pola tingkah laku anak dalam dunia
pendidikan.
berkunjung sekaligus membaca tulisan saudara diatas... Menarik!! Salam kenal dari saya.. jika berkenan, kunjungi juga tulisan saya.. Iwak Peyek dan Garuda yang Tak Pernah Terbang
BalasHapuspasti! terima kasih sudah singgah di tempat saya
BalasHapus